KHAT dan LOMAN PARK HOTEL

DARI AKAL TURUN KE HATI

Pameran Seni Rupa Karya Jejaring Seniman KHAT

PERUPA MENCARI CINTA

Catatan Kuratorial Pameran
Dari Akal Turun ke Hati.

Oleh: Doni Riw., M.Sn., Kurator KHAT

Lelaki jatuh cinta kepada wanita, sering kali bermula dari melihat elok parasnya. Kecantikan fisik perempuan adalah keindahan jasadi yang ditangkap pria dengan indra penglihatan, yaitu mata. Karenanya, wajar jika para pujangga terdahulu mengucap sebuah ungkapan yang berbunyi “dari mata turun ke hati”.

Cinta kepada harta, tahta, dan wanita adalah cinta yang muncul dari naluri. Sejak lahir, semua manusia normal memiliki tiga naluri; Naluri Mempertahankan Diri (Gharizah Baqo), Naluri Mempertahankan Jenis (Gharizah Nau), dan Naluri Mengagungkan Sesuatu (Gharizah Tadayun). Ketiganya diberikan secara default oleh Allah Sang Pencipta kepada setiap manusia, tidak bisa diuninstal oleh siapapun kecuali olehNya.

Cinta Naluri
Gharizah Baqo adalah sebuah mekanisme pertahanan diri alami yang memungkinkan setiap diri menjaga eksistensi dirinya secara pribadi, baik eksistensi fisik berupa terjaganya kehidupan dari ancaman kematian, maupun eksistensi pengakuan dirinya di tengah masyarakat. Cinta kepada harta dan tahta adalah penampakan dari naluri jenis ini.

Sedangkan Gharizah Nau adalah mekanisme pertahanan diri secara komunal. Bahwa manusia tidak hanya memiliki naluri mempertahankan kehidupan diri tetapi juga mempertahankan kehidupan orang lain. Hal ini tampak pada hasrat untuk menyelamatkan orang lain yang tengah tenggelam atau mengalami kecelakaan di pinggir jalan. Wujud tertinggi dari Gharizah Nau adalah naluri agar ras manusia tidak punah. Penampakannya adalah ketertarikan kepada lawan jenis. Cinta kepada wanita muncul dari naluri semacam ini.

Adapun Gharizah Tadayun terkait kesadaran akan kelemahan manusia dalam menghadapi kebesaran alam semesta. Maka Gharizah Tadayun mendorong manusia untuk mencari perlindungan dari dzat yang lebih agung, lebih tinggi, dan lebih berkuasa. Tetapi dzat pelindung ini berbeda dengan harta, tahta, wanita, yang terindra. Dzat pelindung ini tak terjangkau indra. Dia ghaib. Karenanya, cinta kepadaNya tidak serta merta muncul dari tatapan indra, seperti cinta kepada harta, tahta dan wanita yang bermula dari pandangan mata.

Cinta Akal
Kebenaran eksistensi sang pencipta tidak bisa serta merta dijangkau dengan melihat dzatNya. Indra manusia terlampau terbatas untuk melakukannya. Namun demikian, kebenaran keberadaan sang pencipta bisa dipahami dengan melihat eksistensi kehidupan, manusia, dan alam semesta. Keterbatasan kehidupan, manusia, dan alam semesta memastikan keberadaan suatu dzat yang menyebabkan ketiganya ada. Maka keberadaan Sang Pencipta sesungguhnya bisa dijangkau dengan melalu proses berpikir.

Jika cinta kepada mahluk dzahir seperti harta, tahta, wanita, bisa muncul dari pandangan mata, maka tidak dengan cinta kepada Sang Pencipta. Cinta kepada Sang Pencipta muncul setelah manusia melakukan serangkaian perenungan tentang keluar biasaan kehidupan, manusia, dan alam semesta. Dengan perenungan dan pemikiran itu, manusia menemukan eksistensi Al Khaliq, Sang Pencipta. Dengan serangkaian perenungan yang lain, seperti tetap terpenuhinya rezeki setiap mahluk, seperti tetap terjaganya kehidupan lemah ini dari kehancuran yang berasal dari kekuatan besar alam semesta, muncullah rasa cinta kepada Sang Maha Pencipta dan Pemelihara. Itulah cinta yang turun dari akal menuju hati.

Mengais Cinta Lewat Karya
Mencinta Sang Pencipta adalah hak seluruh manusia, tak terkecuali para perupa. Mereka mengungkapkan kecintaan itu melalui sejumlah karya rupa yang digelar dalam pameran bertajuk “Dari Akal Turun ke Hati”. Pameran ini diselenggarakan di Loman Park Hotel Yogyakarta selama bulan Ramadhan tahun 2024 serta berlanjut dua bulan setelahnya. Diselenggarakan oleh Jejaring Seniman KHAT dan Loman Park Hotel.

Salah satu karya yang tampil dalam pameran ini berjudul “Unconditional Love”. Karya seorang perupa wanita bernama Annisa’uz Zahroh. Sebuah karya kaligrafi yang menuliskan surat Al Ahqaf ayat 30. Dalam karya ini Zahroh menyampaikan bahwa tak hanya dirinya yang mencita Sang Pencipta, tetapi Dia juga mencintai manusia, bahkan dengan cinta yang tak bersyarat. Bahkan kepada manusia yang tidak mengimaniNya pun Dia tetap melimpahkan kasihnya dengan memenuhi rezeki dan seluruh yang dibutuhkan dalam kehidupannya.

Karya kaligrafi lain dihadirkan oleh seorang kaligrafer senior bernama Anwar Sanusi. Dalam karyanya yang berjudul “Kekuasaannya Meliputi Langit dan Bumi”, rasa cinta Sanusi kepada Sang Pencipta hadir dalam kaligrafi yang tajam dengan latar belakang berani berwarna kuning dan biru.

Tak hanya kaligrafi yang tampil dalam pameran ini. Sebuah karya berjudul “Wali Kecil” menggambarkan beberapa permata cerah yang menyala di antara bebatuan dan kerikil abu-abu. Lukisan ini menggambarkan para ulama pewaris para nabi yang berada di tengah umat manusia. Dari merekalah umat belajar mencinta kepada Sang Pencipta dan UtusanNya. Lukisan ini dibuat secara apik oleh perupa Edi Santoso.

Ke Surga Berkendara Karya
Potensi kemampuan untuk membuat karya seni rupa adalah anugrah dari Sang Pencipta. Tidak setiap orang diberi potensi tersebut. Masing-masing manusia diberi potensi berbeda. Sebagai rasa syukur atas kemurahanNya dalam memberi potensi itu kepada para perupa, adalah dengan membuat karya yang bisa menjadi kendara mereka menuju surga.

Maka karya itu tidak akan menjadi kendara menuju surga, selama tidak mematuhi batas-batas yang telah digariskan oleh Allah melalui RasulNya. Karya para perupa ini akan menjadi kendara menuju kehidupan kekal selamanya jika digunakan untuk menyeru kepada jalanNya. Semoga ibadah ghairu mahdoh berupa pameran cinta kepada Sang Pencipta ini menjadi inspirasi bagi segenap umat untuk semakin mencintaNya dan mematuhi perintah dan menjauhi laranganNya. Serta menjadi amal ibadah bagi segenap perupa yang turut mensukseskan, dan segenap pendukung yang turut serta mewujudkan pameran ini terselenggara. Aamiin.

Yogyakarta, 6 Maret 2024.

Copyright © 2024 Jejaring Seniman KHAT
All Rights Reserved